Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

01 January 2017

Tanda Akhir Zaman (Kiamat) Sudah Nampak

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

MASYAR GALERY - Salam sejahtera untuk kita semua. Sebelumnya kami mengucapkan selamat tahun baru masehi 2017, semoga ditahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya dan semua doa dikabulkan, aamiin.

Sobat Masyar bukan hal yang umum lagi jika tanah di Jazirah Arab merupakan tanah luas yang kering dan hampir tidak bisa ditemukan tumbuhan hijau disana. Namun tahukah sobat jika nantinya tanah di Jazirah Arab akan kembali subur, dan itu merupakan sebuah pertanda bagi semua umat manusia.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 157 dari Abu Hurairah. “Tidak akan terjadi hari kiamat, sehingga tanah Arab menjadi lahan yang subur dan dialiri sungai-sungai”. (HR. Muslim).

Beberapa hal yang sesuai dengan Hadits di atas kini pun telah terjadi secara perlahan-lahan tanah Arab yang kering dan gersang itu kini mulai ditumbuhi tumbu-tumbuhan, rerumputan dan pohon-pohon kayu. Sebagai contohnya di daerah Padang Arafah yang dulunya hanya padang pasir yang tandus namun kini sebagian daerahnya telah dikelilingi pepohonan yang lebat dan hijau.

Fenomena langkah pun telah terjadi pada tahun 2013 dan tahun 2014 lalu ketika badai salju melanda kawasan Syam dan sekitarnya. Hal ini yang kerap dianggap sebagai penyebab mengapa tanah di Jazirah Arab sekarang menjadi lebih subur dan lebih berair.

Hal ini pun juga telah dikatakan oleh Nabi Besar Muhammad SAW. Dalam sabdanya beliau mengatakan “Salju adalah komponen utama dalam pembentukan sungai dan tumbuhan.”

Rasulullah SAW juga pernah bersabda jika nantinya Arab akan benar-benar menjadi tanah yang subur nan hijau. “Kalau umurmu panjang, maka engkau akan melihat tempat ini penuh dengan kebun-kebun”.

Jikalau memang hal ini telah dikehendaki oleh Allah SWT tentunya ini merupakan sebuah peringatan bagi semua manusia terkhususnya bagi kita umat Nabi Muhammad SAW jika masa Akhir Zaman akan menyambut kita dalam waktu yang dekat.

Wallahu'alam Bishowafi.

Sumber : Uc Talk.

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Copyright @2017

MASYAR GALERY

01 November 2016

Mengapa Dalam Sumpah Pemuda Tidak Ada Pemudinya


Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


MASYAR GALERY - Salam sejahtera untuk kita semua. Tiga setengah abad lamanya rakyat Indonesia berjuang dan melawan penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan. Dari lamanya waktu tersebut, kisah perjuangan bangsa Indonesia dalam usahanya meraih kemerdekaan tentu bukanlah cerita yang bisa habis diceritakan semalaman. Dan bisa jadi juga bahasan lengkap tentang peristiwa Sumpah Pemuda tak akan bisa habis diceritakan semalaman.

Sebenarnya banyak yang bisa dibahas tentang peristiwa yang jadi titik krusial perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan tersebut. Namun sebenarnya ada satu hal menarik yang luput dari perhatian kita. Pernah nggak sih berpikir, “Kenapa Sumpah Pemuda? Kenapa nggak Sumpah Pemudi?”

Mulai dari sudut pandang sejarah sampai sudut pandang gender yang memang pada saat itu perempuan Indonesia belum mendapatkan ruang yang cukup luas di kancah politik nasional. Yuk segera kita simak aja gimana pembahasan yang sudah dihimpun oleh kami dari berbagai sumber.

Menurut Sejarah, minimnya jumlah perempuan yang terlibat pada kongres menjadi alasan kenapa nggak ada nama ‘Pemudi’ di ‘Sumpah Pemuda’.

Banyak yang bertanya : kenapa tidak Sumpah Pemudi atau minimal penggabungan keduanya Sumpah Pemuda-Pemudi? Seorang sejarawan asal Universitas Padjajaran, Agung Nugroho, telah memberikan analisisnya dan berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Dia mengatakan bahwa perempuan memang nggak terlalu menonjol soal perannya pada Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.

“Peran perempuan belum terlalu menonjol pada saat itu, karena itulah mengapa cenderung disebut Kongres Pemuda ataupun Sumpah Pemuda, bukan pemudi,” ungkapnya kepada

Lebih lanjut Agung menjelaskan, bukan berarti tak ada peran perempuan dalam peristiwa tersebut. Setiap orang, termasuk para pemudi yang ikut kongres, memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya di sebuah rapat umum (vergadring) dalam kongres.

Dalam sebuah buku resmi Panduan Museum Sumpah Pemuda, tak banyak orang yang tertulis namanya di memoar tersebut. Dari sekitar 700 orang yang hadir pada kongres tersebut, yang tercatat hanya 82 orang. Dan dari 82 orang tersebut, hanya ada enam orang perempuan. Mereka adalah Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.

Kondisi pada masa itu beda dengan sekarang. Perempuan tak seluas sekarang ruang geraknya. Pidato para pemudi di Kongres Pemuda II ini jadi bukti minimnya kontribusi di zaman perjuangan dahulu diyakini karena adanya ketidakadilan pandangan. Kesetaraan gender pun belum dijunjung tinggi seperti pada masa sekarang. Kita bisa merasakan kenyataan tentang minimnya peran perempuan pada pidato yang terjadi di kongres kedua.

Dari enam perempuan yang disebutkan tadi, hanya tiga orang Emma Poeradiredjo, Poernamawoelan, dan Siti Soendari yang ikut menyampaikan pendapatnya lewat pidato. Sebagian besar dari mereka mengajak perempuan terus ikut andil dalam upaya persatuan dan kesatuan Indonesia dalam rangka meraih kemerdekaannya.

“Siti Soendari berbicara dalam bahasa Belanda yang diterjemahkan oleh Muhammad Yamin. Dia menanamkan bahwa rasa cinta tanah air terutama pada wanita harus ditanamkan sejak kecil dan bukan untuk pria saja,” tulis Mardanas dalam memoar yang ditulisnya, ‘Peranan Gedung Kramat Raya 106 dalam Melahirkan Sumpah Pemuda’.

Sedangkan Emma Poeradiredjo, aktivis Jong Islamieten Bond cabang Bandung, diceritakan berpidato tentang andil perempuan. Menurut Mardanas, Emma Poeradiredjo mengajak perempuan agar terus ikut andil dalam pergerakan.
“Ia menganjurkan kepada para wanita agar tidak hanya terlibat dalam pembicaraan, tetapi harus disertai perbuatan,” lanjut Mardanas.

Pada keesokan harinya, tepatnya sidang kedua, Poernamawoelan mendapatkan kesempatan berpidato. Berbeda dengan dua perempuan sebelumnya, Poernamawoelan yang memang seorang guru, berbicara tentang pendidikan.

Dari pidato Emma Poeradiredjo dan Siti Soendari, kita bisa melihat bahwa peran perempuan memang masih sangat minim pada masa itu. Poernamawoelan tak kalah garang lewat sorotannya dari sisi pendidikan. Lalu kira-kira kenapa bisa, di masa perjuangan, perempuan tak banyak andilnya?

Domestikasi perempuan pada zaman itu membuat para perempuan nggak punya kesempatan buat ikut berjuang Ketidaksetaraan gender di masa itu sudah dimulai dari dalam rumah semua orang. Para orangtua pada masa itu kerap memposisikan perempuan jauh di belakang laki-laki. Jika kembali ke masa lalu, mungkin perempuan akan mendengar ucapan dari orangtuanya seperti, “Sudah kamu di rumah saja! Tak usah kau ikut-ikut urusan laki-laki.”

Lho? Padahal merebut kemerdekaan ‘kan sudah jadi tugas semua rakyat Indonesia?

Pernah mendengar istilah ‘dapur, sumur, kasur’? Itulah tiga hal yang diidentikan dengan kaum perempuan di zaman dahulu. Perempuan hanya diberi wewenang untuk mengurusi tiga hal tersebut. Hal-hal lain seperti pendidikan atau pekerjaan dianggap tak penting bagi perempuan. Biar laki-laki saja yang mengurus itu. Mungkin hal inilah yang membuat R.A. Kartini jengah dan tak pernah lelah memperjuangkan kebebasan dan persamaan hak perempuan dengan laki-laki.

Kalau ini terjadi pada zaman egaliter seperti sekarang ini, domestikasi atau nasihat perempuan agar hanya mengurusi urusan dapur, sumur dan kasur bisa langsung dikecam aktivis.

Kebebasan perempuan dan persamaan hak dengan laki-laki pada masa sebelum kemerdekaan mungkin masih menjadi hal tabu. Kalau tak percaya, baca saja memoar tentang R.A. Kartini. Ada banyak cerita tentang ketidakadilan pada perempuan, seperti pergaulan dan pendidikan yang dibatasi. Beberapa catatan sejarah menjelaskan kaum lelaki bisa lebih mudah mendapatkan pendidikan di Sekolah Rakyat dan membiarkan perempuan terkubur dalam kebutahurufan.

Itulah yang jadi alasan kenapa tak ada nama pemudi di kata Kongres Pemuda atau Sumpah Pemuda yang jadi tonggak penting perjuangan kemerdekaan. Namun yang pasti, kita tak bisa mengelak bahwa perempuan punya andil penting dalam beberapa peristiwa yang terkait dengan perjuangan kemerdekaan. Selain R.A. Kartini, ada nama Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu dan lain-lain yang pernah ikut berjuang untuk Indonesia.

Pada masa kini, perempuan lebih bebas. Tak ada batas ruang gerak bagi perempuan untuk terlibat di dunia pendidikan, politik, ekonomi maupun budaya. Perempuan sudah bisa sejajar dengan laki-laki. Andai saja kongres pada masa itu terjadi di zaman sekarang, bisa jadi bakal banyak perempuan yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Dan ketika hanya ada nama pemuda dalam ‘Kongres Pemuda’ atau ‘Sumpah Pemuda’, sangat mungkin banyak kaum perempuan yang protes kenapa tak ada nama kaumnya di nama sumpah tersebut.

Sumber : Ucweb News, Ucweb Talks.

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

copy right @2016
MASYAR GALERY

Postingan Populer